Bogota - Presiden Kolombia Gustavo Petro dengan lugas menolak seruan publik dari mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mendesak agar wilayah udara Venezuela ditutup. Pernyataan Trump, yang disampaikan dalam konteks kampanye pemilihan presiden AS, mengusulkan langkah ekstrem tersebut sebagai bagian dari strategi menangani krisis keamanan dan migran yang melibatkan negara tetangga tersebut. Penolakan Petro ini bukan hanya sekadar bantahan, melainkan penegasan posisi kebijakan luar negeri Kolombia yang lebih mengedepankan dialog dan kedaulatan nasional.
Seruan Trump muncul di tengah kompleksitas krisis regional yang melibatkan Venezuela. Krisis politik, ekonomi, dan kemanusiaan di negara yang kaya minyak itu telah memicu gelombang migrasi besar-besaran selama bertahun-tahun, yang berdampak signifikan pada negara-negara tetangga, termasuk Kolombia. Namun, usulan untuk menutup wilayah udara dinilai oleh banyak pengamat sebagai langkah konfrontatif yang berisiko memperparah penderitaan warga sipil dan memicu ketegangan geopolitik yang lebih luas.
Dalam responsnya, Petro menekankan pentingnya mencari solusi melalui jalur diplomatik dan kerja sama regional, bukannya melalui tekanan dan isolasi. Sebagai pemimpin sayap kiri yang telah berupaya menjalin kembali hubungan dengan pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro, Petro percaya bahwa pendekatan yang konstruktif dan menghormati kedaulatan adalah kunci untuk mengatasi akar permasalahan, termasuk isu migrasi dan keamanan perbatasan.
Penolakan ini juga mencerminkan pergeseran paradigma dalam kebijakan luar negeri Kolombia. Selama puluhan tahun, Kolombia kerap menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat di kawasan Amerika Latin. Di bawah kepemimpinan Petro, terdapat upaya untuk menyeimbangkan hubungan tersebut dengan membangun kemandirian dan posisi yang lebih netral, serta memperkuat institusi regional seperti Komunitas Negara Amerika Latin dan Karibia (CELAC).
Langkah Petro mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan di dalam negeri yang mengkhawatirkan dampak ekonomi dan kemanusiaan dari tindakan agresif terhadap Venezuela. Penutupan wilayah udara berpotensi mengganggu lalu lintas perdagangan dan perjalanan warga, serta dapat memicu balasan yang justru memperkeruh stabilitas di perbatasan kedua negara yang sudah rapuh.
Analis politik melihat pernyataan Petro ini sebagai pesan yang jelas kepada pemerintahan AS, baik yang sekarang maupun yang akan datang, bahwa Kolombia tidak akan serta-merta mengikuti instruksi dari Washington. Sikap ini menandai era baru dalam hubungan bilateral, di mana Kolombia akan lebih vokal menyuarakan kepentingan nasional dan regionalnya sendiri, terlepas dari tekanan kekuatan global.
Isu ini juga menyoroti dinamika politik domestik Amerika Serikat, di mana kebijakan luar negeri menjadi alat kampanye. Seruan Trump, meski belum menjadi kebijakan resmi, telah memantik debat tentang efektivitas pendekatan keras versus diplomatik terhadap Venezuela, sebuah perdebatan yang memiliki implikasi nyata bagi jutaan orang di Amerika Latin.
Dengan penolakan ini, Gustavo Petro tidak hanya membela pendirian pemerintahannya, tetapi juga menempatkan Kolombia sebagai aktor penting yang berusaha mendorong solusi damai dan kooperatif untuk krisis di Venezuela, sebuah tantangan yang terus membayangi masa depan regional.