Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ahmad Muzani mengungkap pesan penting dari Presiden Prabowo Subianto terkait wacana perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pertemuan mereka di Istana Kepresidenan, Presiden secara khusus meminta agar proses amendemen konstitusi tersebut tidak dilakukan dengan terburu-buru. Pernyataan ini disampaikan Muzani kepada para wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 4 Desember 2025.
Muzani menjelaskan bahwa pertemuan tersebut terjadi pada Selasa, 2 Desember 2025, dan pembahasan mengenai amendemen UUD masih bersifat sangat awal. Ia menggambarkan pertemuan itu sebagai diskusi informal, bahkan menyebutnya sekadar "minum teh sore". Topik amendemen, menurutnya, hanya sempat disinggung secara sekilas dan belum masuk ke dalam pembahasan yang mendalam atau rinci. Muzani menegaskan bahwa akan diadakan pertemuan resmi antara pimpinan MPR dan Presiden untuk membahas hal ini lebih lanjut.
Wacana amendemen terbatas ini erat kaitannya dengan rencana MPR untuk memuat Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalam konstitusi. PPHN merupakan bentuk pembaruan dari konsep Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang bertujuan memberikan arahan kebijakan strategis dan berkesinambungan bagi pembangunan nasional, terlepas dari pergantian pemerintahan. Badan Pengkajian MPR dilaporkan telah menyelesaikan rumusan awal PPHN pada Agustus 2025.
Pendekatan hati-hati yang disuarakan Presiden Prabowo sejalan dengan prinsip yang selama ini ditekankan oleh Ketua MPR. Dalam pidatonya pada peringatan Hari Konstitusi Agustus 2025, Muzani menegaskan bahwa amendemen bukan solusi instan. Ia menekankan bahwa proses perubahan konstitusi harus melalui jalan panjang, transparan, dan melibatkan partisipasi seluas-luasnya dari seluruh elemen bangsa.
Secara historis, wacana amendemen dan pengembalian GBHN dalam format PPHN bukanlah hal baru. Diskusi telah bergulir sejak periode kepemimpinan MPR sebelumnya di bawah Bambang Soesatyo (Bamsoet). Namun, pada 2023, MPR memutuskan untuk menunda pembahasan amendemen hingga setelah Pemilu 2024 selesai, untuk menghindari prasangka dan tuduhan mengenai motif tertentu, seperti memperpanjang masa jabatan presiden.
Pesan untuk tidak terburu-buru dari Presiden Prabowo ini mengisyaratkan sebuah pendekatan yang deliberatif dan inklusif dalam membahas perubahan konstitusi. Hal ini menekankan bahwa amendemen UUD 1945, sebagai hukum dasar negara, memerlukan kesepakatan yang luas dan kajian yang sangat mendalam, bukan sekadar keinginan dari kelompok tertentu saja.
Dengan demikian, meski wacana amendemen telah dimulai, jalan menuju perubahan konstitusi masih panjang. Presiden Prabowo dan pimpinan MPR tampaknya sepakat untuk mengedepankan kehati-hatian, menjadikan proses ini sebagai sebuah musyawarah besar bangsa yang melibatkan semua pihak, guna mencapai konsensus nasional yang kuat dan legitimate.