Majalengka - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan optimisme yang meningkat terhadap masa depan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati. Pernyataan ini disampaikannya saat menghadiri acara ground breaking pembangunan kawasan Aerospace Park dan fasilitas Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) di bandara tersebut pada Senin, 8 Desember 2025. Kehadiran Dedi di lokasi menandai komitmen kuat pemerintah provinsi untuk menghidupkan aset bandara yang kerap disebut sebagai mega-proyek di tengah kehampaan.
Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa untuk membangkitkan Kertajati, kolaborasi antara pemerintah daerah dan pusat mutlak diperlukan. Ia secara khusus menaruh harapan pada peran Kementerian Pertahanan, mengingat kewenangan industri pertahanan berada di tingkat nasional. Gagasan konkret yang ia lontarkan adalah memindahkan industri strategis nasional, seperti PT Dirgantara Indonesia (PTDI), dari Bandung ke kawasan Kertajati.
Menurut Dedi, ide pemindahan PTDI tersebut dinilai masuk akal secara finansial. “Tinggal hitung nilai tanah di Bandung dengan yang di sini. Selisihnya besar. Uang selisih itu bisa dipakai untuk pembangunan,” ujarnya, menjelaskan bahwa skema ini tidak perlu mengandalkan anggaran negara (APBN) secara langsung. Ia meyakini, kehadiran industri pertahanan akan menjadi katalis utama yang menarik investasi sektor manufaktur lain dan mempercepat pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di sekitarnya.
Selain industri pertahanan, fokus strategi lainnya adalah menjadikan Kertajati sebagai pusat penerbangan haji dan umrah untuk Jawa Barat. Dedi membuka peluang pembangunan asrama haji di area bandara seluas 20 hektare. Namun, ia menekankan prinsip kehati-hatian dengan menyatakan, “Saya tidak akan bangun dulu sebelum penerbangannya ramai. Kalau dibangun duluan tapi tidak ramai, itu kerugian,”. Untuk tahap awal, ia mengusung pemanfaatan hotel yang sudah ada terlebih dahulu.
Tantangan konektivitas menjadi perhatian serius Gubernur. Meski akses jalan tol dari Kertajati ke Patimban, Jakarta, dan Bandung sudah terbangun dengan baik, akses kereta api masih menjadi pekerjaan rumah. Dedi mengusulkan solusi pragmatis dengan mereaktivasi jalur kereta api lama yang pernah ada di Majalengka hingga Kadipaten, atau menghubungkannya dengan jaringan yang ada di Cirebon. “Nanti saya bisa bicara dengan PT KAI... Menurut saya tinggal kemauan saja,” tuturnya.
Ground breaking Aerospace Park dan MRO yang disaksikan Dedi Mulyadi merupakan langkah nyata pertama menuju visi besar tersebut. Fasilitas ini diharapkan tidak hanya melayani perawatan pesawat, tetapi juga menjadi fondasi bagi terciptanya ekosistem industri dirgantara yang lengkap di Jawa Barat. Dengan ini, Kertajati diharapkan bertransformasi dari sekadar bandara penumpang menjadi pusat industri yang produktif.
Optimisme Dedi Mulyadi ini juga disokong oleh realitas investasi. Beberapa waktu sebelumnya, konsorsium investor dari Singapura dan China telah menandatangani komitmen investasi senilai Rp13,5 triliun untuk mengembangkan kawasan aerocity terintegrasi di BIJB Kertajati. Injeksi modal besar ini menunjukkan bahwa potensi bandara mulai dilirik oleh pemain global, memperkuat argumentasi bahwa Kertajati belum berakhir cerita.
Pada akhirnya, jalan panjang masih harus ditempuh untuk mengubah optimisme menjadi kenyataan. Kesuksesan Kertajati sangat bergantung pada sinergi yang solid antara pemerintah provinsi, kementerian pusat, BUMN, investor swasta, dan kesiapan ekosistem pendukung. Visi besar yang dipaparkan Dedi Mulyadi telah memberikan arah yang jelas; kini saatnya untuk eksekusi dan kolaborasi berkelanjutan untuk membangunkan “raksasa tidur” di timur Jawa Barat ini.