Media Asing Menyoroti Demonstrasi Besar Yang Dilakukan Oleh Warga Indonesia, Berpotensi Menyebabkan Pembatalan RUU Di DPR

Sabtu, 24 Agustus 2024

    Bagikan:
Penulis: Seraphine Claire
(Dok/CNBC Indonesia/Ferry Sandi)

Berbagai media internasional memberikan perhatian terhadap laporan mengenai demonstrasi 'Darurat Indonesia' yang berlangsung pada hari Kamis, yang berujung pada keputusan DPR untuk membatalkan revisi Undang-Undang Pilkada. Hal ini dapat dilihat dari situs berita Prancis, AFP. "Anggota parlemen Indonesia membatalkan rencana yang kontroversial untuk mengubah ketentuan pemilu," demikian tertulis dalam artikel berjudul "Indonesia membatalkan rencana perubahan aturan pemilu setelah protes."

Seorang pejabat legislatif menginformasikan pada hari Kamis, setelah ribuan orang melakukan demonstrasi di ibu kota terkait langkah yang dianggap mendukung presiden yang akan mengundurkan diri dalam membangun dinasti politik, tambahnya. 

Dilaporkan bahwa ribuan demonstran meneriakkan protes di depan gedung parlemen. Juga digambarkan bahwa pada awalnya, anggota parlemen hanya menunda sesi pengesahan.

Aksi demonstrasi semakin meluas seiring berjalannya waktu, dengan kehadiran mahasiswa dan pekerja kantoran yang turut serta, meskipun dihadapkan pada penggunaan meriam air dan aparat kepolisian yang dilengkapi dengan perlengkapan anti huru hara, menurut laporan AFP.

"Parlemen kemudian mengumumkan bahwa perubahan yang diusulkan akan dibatalkan untuk periode pemilihan ini, menunjukkan adanya perubahan arah yang signifikan," tambahnya.

Hal serupa juga dilaporkan oleh Reuters yang diangkat oleh media Amerika Serikat (AS) CNN. Dinyatakan bahwa DPR tidak akan meratifikasi perubahan aturan pemilu setidaknya selama masa jabatan pemerintahan saat ini setelah "demonstrasi yang berkobar" di luar gedung parlemen, di mana pasukan keamanan menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan para demonstran.

"Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan kepada Reuters bahwa musyawarah akan dilanjutkan pada periode sidang DPR berikutnya, yang berarti keputusan tersebut tidak akan berlaku untuk pemilu tahun ini atau selama pemerintahan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo, yang akan berakhir pada bulan Oktober," demikian laporan tersebut.

Pasukan keamanan menggunakan gas air mata dan meriam air ketika para pengunjuk rasa menerobos serta membakar sebagian gerbang parlemen, seperti yang terlihat dalam rekaman televisi, sementara demonstrasi terjadi di berbagai daerah sebagai respons terhadap rencana perubahan undang-undang pemilu, tambahnya.

Di sisi lain, laman The Strait Times melaporkan bahwa "krisis politik" di Indonesia berhasil dihindari. Dinyatakan bahwa saat ini "para aktivis demokrasi meraih kemenangan".

"Krisis politik di Indonesia dapat dihindari pada 22 Agustus setelah pembatalan rencana pengesahan RUU kontroversial yang akan menghalangi kandidat populer dari pihak yang didukung oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk berpartisipasi dalam pemilihan daerah yang dijadwalkan pada bulan November," tulisnya.

"Peristiwa ini terjadi setelah ribuan orang melakukan unjuk rasa di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, di mana polisi antihuru-hara menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan massa yang membakar ban dan melempari batu," ujarnya lagi.

"Ketegangan antara DPR dan Mahkamah Konstitusi telah memicu kemarahan di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia," tambah laman dari Singapura ini.

Rencana DPR untuk membatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi tampaknya tidak akan meredakan ketidakpuasan masyarakat, mengingat adanya dugaan bahwa anggota legislatif masih berpotensi untuk mengesahkan undang-undang tersebut. Namun, saat ini, para aktivis demokrasi meraih kemenangan, demikian disampaikan.

Perlu dicatat bahwa demonstrasi terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari Selasa, di mana MK telah memutuskan bahwa ambang batas Pilkada akan ditentukan berdasarkan perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang berhubungan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di setiap daerah. Keputusan ini tercantum dalam putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang menetapkan empat klasifikasi suara sah, yaitu 10%, 8,5%, 7,5%, dan 6,5%, sesuai dengan jumlah DPT di daerah masing-masing.

Pada hari yang sama, dalam putusan lainnya, yaitu 70/PUU-XXII/2024, MK juga menetapkan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah adalah 30 tahun pada saat penetapan calon oleh KPU. Namun, sehari setelah putusan tersebut, yaitu pada hari Rabu, Baleg DPR mengadakan rapat untuk membahas RUU Pilkada.

(Seraphine Claire)

Baca Juga: Anggaran Rp 4,5 M Untuk Penataan Simpang GDC Depok, Atasi Kemacetan
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.