Jakarta - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara resmi menyatakan bahwa pembenahan data kependudukan nasional bukan hanya urusan administratif, melainkan sebuah langkah strategis yang mendesak. Langkah ini dinilai sebagai fondasi utama untuk meningkatkan efektivitas dua hal kritikal: penanganan bencana dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Pernyataan ini disampaikan dalam konteks evaluasi terhadap berbagai program pemerintah yang kerap terkendala oleh basis data yang tidak solid.
Data penduduk yang akurat, mutakhir, dan terintegrasi menjadi kunci dalam perencanaan dan distribusi bantuan pada situasi darurat bencana. Selama ini, ketidakakuratan data seringkali menyebabkan bantuan sosial maupun logistik tidak tepat sasaran, terlambat, atau justru mengalami kebocoran. Dengan basis data yang kuat, penyaluran bantuan dapat dilakukan dengan prinsip right on target, tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat penerima.
Di sisi lain, dalam konteks pemberantasan korupsi, data negara yang rapi merupakan instrumen pencegahan yang sangat efektif. Integrasi data antara instansi, seperti Direktorat Jenderal Pajak, kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akan mempersulit para pelaku kejahatan untuk menyembunyikan aset atau identitas. Transaksi mencurigakan dan pola hidup tidak wajar dapat lebih mudah terlacak ketika data dari berbagai sumber dapat dikonfirmasi silang.
Pembenahan data juga secara langsung menyentuh program-program perlindungan sosial pemerintah, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Program Keluarga Harapan (PKH). Banyaknya temuan mengenai penerima yang tidak eligible atau data ganda menunjukkan celah kerugian negara yang besar. Pemerintah dapat menghemat anggaran secara signifikan sekaligus memastikan bantuan hanya diterima oleh warga negara yang benar-benar membutuhkan.
Tantangan utama yang dihadapi adalah menyinkronkan data dari berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah yang selama ini masih berjalan secara sektoral. Komisi II DPR mendorong percepatan integrasi data melalui Sistem Satu Data Indonesia dengan mengutamakan prinsip interoperabilitas dan keamanan data. Koordinasi yang intens antara pemerintah pusat dan daerah mutlak diperlukan untuk memutakhirkan data secara berkala.
Lebih dari sekalat teknikal, upaya ini membutuhkan komitmen politik yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan. Legislator mendesak pemerintah untuk menjadikan pembenahan data sebagai prioritas nasional dengan alokasi anggaran dan sumber daya manusia yang memadai. Tanpa komitmen ini, upaya menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan responsif terhadap bencana akan terus menemui jalan buntu.
Dampak jangka panjang dari data yang terpadu adalah terwujudnya kebijakan publik yang lebih berbasis bukti (evidence-based policy). Setiap perencanaan pembangunan, dari tingkat desa hingga nasional, dapat dirancang dengan pertimbangan data riil mengenai jumlah penduduk, sebaran usia, kepemilikan aset, dan kerentanan terhadap bencana. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan akuntabilitas dan kinerja pemerintah di mata publik.
Oleh karena itu, langkah strategis pembenahan data negara harus dipandang sebagai investasi jangka panjang untuk ketahanan nasional. Efektivitas penanganan krisis dan pelembagaan integritas dalam birokrasi sangat bergantung pada kualitas data yang dimiliki. DPR RI sebagai lembaga legislatif berkomitmen untuk mengawal proses ini melalui fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan yang dimilikinya, demi terwujudnya Indonesia yang lebih tangguh dan bebas dari korupsi.