Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, mengungkapkan bahwa teknologi yang mendukung pengawasan serta pengaduan daring dari masyarakat telah siap untuk digunakan. Bawaslu telah melakukan pengembangan aplikasi selama beberapa waktu terakhir dan telah melakukan penyempurnaan agar permasalahan yang terjadi pada Pemilu 2024 tidak terulang kembali. "Kami terus berupaya mengembangkan sarana teknologi informasi untuk mempermudah proses pelaporan pengawasan, laporan dari masyarakat, dan pengajuan permohonan sengketa. Saya berharap ini akan semakin baik," ujar Bagja dalam keterangannya di Jakarta, pada hari Sabtu. Beberapa teknologi dan aplikasi yang digunakan oleh Bawaslu meliputi Sistem Pengawasan Pemilihan (Siwaslih), Sistem Informasi Penanganan Pelanggaran (Sigaplapor), dan Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS). Bawaslu juga telah melakukan identifikasi terhadap kerawanan isu pemilihan dengan menggunakan data dari Indeks Kerawanan Pemilihan tahun 2024. Salah satu aspek yang diidentifikasi adalah kerawanan yang terdapat di tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh wilayah Indonesia. "Kami telah merilis data mengenai TPS yang berisiko beberapa hari yang lalu, beserta daerah-daerah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi. Hal ini diharapkan dapat menjadi langkah mitigasi bersama," ungkapnya. Setelah proses identifikasi, Bagja menyatakan bahwa pihaknya juga telah mempersiapkan rekrutmen sumber daya manusia ad hoc yang akan berperan sebagai garda terdepan dalam pelaksanaan pilkada. Tidak hanya melakukan rekrutmen, ia juga menambahkan bahwa para pengawas ad hoc yang telah diterima akan langsung mendapatkan pelatihan teknis. "Bersamaan dengan itu, kami terus memperkuat kerja sama dengan para pemangku kepentingan. Terutama menjelang masa tenang, kerja sama dengan Satpol PP menjadi fokus kami," tuturnya.
404
Prabowo diundang untuk menghadiri KTT G7 di Kanada sebagai tamu kehormatan
PCO menjelaskan bahwa Dirjen Bea Cukai yang baru dilantik berstatus sipil
TNI AL berhasil menggagalkan upaya penyelundupan produk skincare ilegal