Profil Usulan Pandawara Dan Respons DPR Soal Larangan Jual Beli Hutan

Kamis, 11 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Attar Yafiq
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Alex Indra Lukman, menegaskan bahwa secara hukum hutan di Indonesia tidak dapat diperjualbelikan, meski mengapresiasi niat baik di balik gagasan patungan membeli hutan yang diusulkan Pandawara Group. (ANTARA FOTO/Fiqman Sunandar)

Jakarta - Gagasan segar yang dilontarkan kelompok aktivis lingkungan muda Pandawara Group mendadak menyita perhatian publik. Melalui unggahan di akun Instagram mereka, kelompok asal Bandung ini mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bergotong royong dan berdonasi guna membeli hutan-hutan yang terancam beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit atau lahan industri. Ide yang muncul di tengah musim bencana banjir bandang dan longsor di Sumatra itu langsung viral, bahkan mendapat deklarasi dukungan dana senilai Rp1 miliar dari musisi Denny Caknan. Gelombang dukungan publik ini pun akhirnya sampai ke meja parlemen, memantik respons resmi dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Wakil Ketua Komisi IV DPR yang membidangi lingkungan hidup, Alex Indra Lukman, memberikan tanggapan terhadap usulan tersebut. Dalam penjelasannya, Alex menyampaikan apresiasi terhadap niat baik dan semangat pelestarian lingkungan yang melatarbelakangi gagasan Pandawara. Namun, di sisi lain, ia dengan tegas mengingatkan kerangka hukum yang berlaku di Indonesia. "Secara aturan hutan tidak bisa diperjualbelikan," ujar Alex saat dihubungi pada Rabu (10/12). Pernyataan ini merujuk pada payung hukum utama di sektor kehutanan, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Undang-Undang tersebut dengan jelas menetapkan status hutan sebagai aset negara yang dikuasai oleh pemerintah. Pasal 4 Ayat 1 UU Kehutanan menyatakan bahwa semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia merupakan kekayaan negara dan dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sementara itu, Pasal 50 dalam undang-undang yang sama melarang setiap orang untuk mengerjakan, menggunakan, atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah. Larangan inilah yang pada praktiknya menghalangi transaksi jual beli hutan antar-individu atau kelompok masyarakat secara privat.

Meski demikian, Alex Indra Lukman tidak serta-merta menepis nilai positif dari gerakan yang digagas Pandawara Group. Ia melihat momentum ini sebagai peluang emas untuk menggalang kekuatan masyarakat sipil dalam upaya perlindungan lingkungan. "Gagasan baik tersebut mungkin bisa dimanfaatkan untuk melindungi & merawat hutan," tambahnya. Politikus Partai Gerindra itu mencontohkan bentuk partisipasi publik yang lebih feasible, seperti membentuk gerakan rehabilitasi hutan atau menyediakan teknologi pemantauan untuk mendeteksi aktivitas pembukaan lahan secara ilegal, bahkan dalam skala kecil sekalipun.

Lebih jauh, Alex menilai bahwa ide patungan membeli hutan ini seharusnya berfungsi sebagai alarm atau peringatan keras bagi pemerintah. Gerakan dari bawah yang diinisiasi anak muda ini mencerminkan keresahan publik akan lambatnya respons dan kebijakan negara dalam melindungi hutan sebagai sumber kehidupan. "Ide untuk gotong royong beli hutan berangkat dari niat baik, gerakan ini harusnya memicu pemerintah untuk evaluasi dan perbaiki kebijakan melindungi hutan," tegasnya. Dengan kata lain, usulan yang semula berupa konsep sipil harus ditransformasikan menjadi dorongan bagi tindakan konkret negara.

Pandawara Group sendiri melontarkan gagasan mereka melalui platform Instagram @pandawaragroup pada Kamis (4/12). Dalam unggahan yang disertai tautan donasi, mereka menulis, "Lagi ngelamun, tiba-tiba aja kepikiran gimana kalo Masyarakat Indonesia Bersatu berdonasi beli hutan-hutan agar tidak dialihfungsikan." Timing pengunggahan yang bertepatan dengan musibah hidrometeorologi di Sumatra—yang banyak dikaitkan dengan praktik deforestasi—turut memperkuat resonansi pesan yang mereka sampaikan. Respons cepat dari figur publik seperti Denny Caknan menunjukkan betapa isu ini menyentuh hati banyak pihak.

Di satu sisi, antusiasme publik terhadap gagasan Pandawara mengindikasikan tingginya kesadaran masyarakat akan urgensi konservasi hutan. Di sisi lain, respons dari DPR yang mengingatkan aspek legalitas justru membuka ruang diskusi yang lebih substantif. Perdebatan ini mengarah pada pertanyaan mendasar: bagaimana memaksimalkan partisipasi masyarakat dalam perlindungan hutan di dalam koridor hukum yang ada? Apakah model konservasi yang melibatkan kepemilikan kolektif oleh masyarakat dapat diakomodasi oleh peraturan perundang-undangan dengan sejumlah penyesuaian?

Pada akhirnya, dialog antara inisiatif civil society dan tanggapan institusi negara seperti yang terjadi antara Pandawara Group dan Komisi IV DPR merupakan dinamika demokrasi yang sehat. Gagasan yang lahir dari keresahan anak muda ini berhasil membawa isu pelestarian hutan ke dalam percakapan nasional, mengingatkan semua pihak akan tanggung jawab bersama. Tantangan ke depan adalah menerjemahkan semangat dan niat baik tersebut menjadi aksi kolektif yang efektif, sesuai aturan, dan berkelanjutan untuk menjamin hutan Indonesia tetap lestari bagi generasi mendatang.

(Attar Yafiq)

Baca Juga: Penyaluran Bantuan Darurat: Pemkab Indramayu Tangani Dampak Banjir Rob Di Kandanghaur
Tag

    Bagikan:

Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.